Thursday 20 December 2018

Pilar-pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan dan Kaitannya dengan Pancasila


Filsafat merupakan pondasi awal berdirinya ilmu pengetahuan. Karena filsafat terus berkembang sejak dahulu, maka semakin banyak pula ilmu-ilmu yang tumbuh dan berkembang. Ada banyak pembagian cabang ilmu yang dikemukakan oleh para filsuf seperti Aristoteles, Christian Wolff, dan lainnya tetapi pernyataan mereka dapat kita generalisasikan menjadi tiga bidang utama yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
  • Ontologi

Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas atau membicarakan masalah “ada”/”realitas” (Akhyar Lubis, 2014). Cabang ini berpusat kepada hal-hal yang dapat kita amati dan konsep abstrak yang dimana objeknya dapat kita amati. Beberapa contoh pembahasan cabang ini yaitu, apa itu matahari?; apa tujuan kita di muka bumi?; apakah kita benar-benar ada di kehidupan ini?; dan lainnya.
  • Epistimologi

Epistimologi merupakan suatu cabang yang membahas tentang hakikat-hakikat pengetahuan seperti sumber pengetahuan, ciri-ciri pengetahuan, batas-batas pengetahuan, manifestasi pengetahuan, dan lainnya.
  • Aksiologi

Semua hal yang berkaitan dengan moral, etika, dan estetika dalam setiap nilai ilmu pengetahuan dibahas pada cabang aksiologi.

Seperti yang telah dipaparkan secara singakat di atas, esensi pancasila juga mengandung pilar-pilar ilmu pengetahuan seperti ilmu pengetahuan itu sendiri. Ontologi yang terdapat pada pancasila merupakan salah satu alasan mengapa pancasila itu didirikan dan dapat berdiri. Sifat ontologis yang terdapat di dalam pancasila itu sendiri adalah hakekat manusia. Manusia memiliki hak-hak yang secara ideal tidak dapat diganggu oleh siapapun. Hakekat-hakekat itu sebenarnya telah di cantumkan kepada semua sila yang ada pada pancasila karena itu, pancasila didirikan dan dapat berdiri

Lalu aspek-aspek suatu ideologi, filsafat, pandangan hidup, dan lainnya (pancasila) suatu bangsa dan negara tidak akan terlepas dari sifat epistimologi. Tanpa adanya epistimologi dalam pancasila, suatu bangsa dan negara akan kehilangan kestabilan karena epistimologi juga memiliki fungsi untuk menyusun suatu sistem berbangsa dan bernegara. Sama halnya dengan pacasila yang sebagai landasan atau tolok ukur peng-aplikasi-an suatu hal, ontologi juga memiliki fungsi yang sama.

Setelah itu, aspek aksiologi tidak kalah pentingnya di dalam pancasila. Suatu dasar negara yang tidak ada nilai moral, etika, dan estetika di dalam dasar tersebut, negaranya tidak akan pernah berjalan dengan ideal. Suatu hal akan ideal jika kita menggabungkan pikiran dan kemanusiaan di dalamnya. Karena itu, pancasila mengandung nilai-nilai moral, etika, dan estetika di dalamnya.

Ketiga pilar-pilar penyangga eksistensi ilmu pengetahuan sangatlah berkaitan dengan satu yang lainnya sama juga seperti pancasila. Tanpa ada salah satu dari ketiga pilar-pilar tersebut, akan banyak kecacatan dalam suatu tatanan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pancasila harus memiliki ketiga pilar-pilar itu dan seperti yang telah dijelaskan di atas, pancasila sudah memiliki ketiga esensi pilar-pilar penyangga eksistensi ilmu pengetahuan.

Referensi:
Lubis, Dr. Akhyar Y. FILSAFAT ILMU: KLASIK HINGGA KONTEMPORER Jakarta: Rajawali Pers, 2014

Monday 17 December 2018

Manusia dan Permasalahan


Setiap individu memiliki permasalahan. Permasalahan itu sendiri pun berbeda pada setiap individu. Walaupun inti dari permasalahan yang di hadapi sama, tetapi pasti ada sedikit atau banyak perbedaan secara fisik maupun psikis yang dihadapi setiap individu.

Ada banyak jenis-jenis permasalahan yang dapat dihadapi individu seperti, kegelisahan, kekecewaan, masalah keluarga, dan sebagainya. Dapat di simpulkan bahwa jenis-jenis permasalahan adalah hal-hal yang dapat memberikan kita dan orang lain ekses negatif.

Kebanyakan dari individu menganggap bahwa permasalahan muncul dari luar diri individu itu sendiri. Dapat di pastikan bahwa individu akan merasa “hal itu tidak seperti apa yang kukira” jika suatu permasalahan terjadi. Permasalahan itu sendir muncul dikarnakan suatu hal yang tidak sejalan dengan keinginan individu. Dari penjelasan sebelumnya, sudah jelas bahwa anggapan individu kebanyakan sangat kontradiktif dengan penjelasan tersebut. Dengan kata lain, suatu permasalah akan timbul dari respon diri terhadap suatu hal.

Jika individu tidak menjadikan harapan (bukan menaruh harapan, karena harapan sangatlah dibutuhkan untuk keberlangsungan semua hal) sebagai landasan individu merasa, berpikir, melangkah, dan hasil, pasti individu akan mengalami kedamaian. Dapat dicontohkan seperti ini, suatu individu akan kecewa jika ia berharap harus lulus di suatu ujian tetapi ia tidak lulus, tetapi individu akan damai jika ia tidak memaksakan berhasilnya harapan yang ia miliki atas suatu ujian walaupun individu lulus atau tidak.

Untuk mengatasi permasalahan yang berbentuk eksternal (berkaitan dengan orang) dan berkaitan dengan orang lain, individu haruslah pandai untuk memisahkan diri dan rasa yang individu miliki agar terciptanya suatu kondisi yang objektif di dalam diri individu. Agar individu dapat mencapai kondisi objektif, perlulah individu sadari bahwa suatu permasalahan tidak akan selesai jika tidak ada yang menyelesaikan. Tanpa kondisi objektif, individu sangat mudah tergerus kondisi negatif yang dapat berujung kepada membesarnya permasalahan individu. Setelah itu, individu dapat menyelesaikan permasalahannya sesuai dengan hal dan teknis yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Sekian dari saya, Zaki Abiyyi, jika ada yang perlu dipertanyakan, jangan sungkan-sungkan. Terima kasih karena masih mau berjuang! Ingat, hanya dirimu yang dapat merubah dirimu!

Tuesday 11 December 2018

MORAL DALAM ERA SEKARANG

Manusia sudah melewati banyak era yang menggeparkan hati dan pemikiran setiap individu. Seperti era pertengahan, perang dunia pertama & kedua, great depression di Amerika, dan masih banyak lagi. Selama era ini tidak sedikit yang berubah dalam cara berpikir dan merasa.

Jenis-jenis perubahan ini sangat banyak. Walaupun ada juga perubahan yang positif—seperti perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, dan lainnya—perubahan ke arah negatif juga tak kalah banyak. Dikarnkan pertumbuhan hal-hal yang dapat mempermudah hidup dan kehidupan manusia berkembang sangat cepat, tidak sedikit yang tidak dapat mengendalikan diri terhadap perubahan tersebut.

Sudah banyak kasus-kasus negatif, secara fisik maupun psikis, yang terjadi di era sekarang. Seperti kekerasan dalam rumah tangga, konflik ideologi, dan seterusnya. Sekilas tampak bahwa kita sudah mulai kehilangan moral sebagai manusia tetapi sebelum kita dapat memastikan hal itu, kita harus bertanya, “apa itu moral?”.

Menurut KBBI, moral adalah baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila. Moral dapat tercipta karena telah evolved sejak dahulu (Doris and the Moral Psychology Research Group, 2010). Mereka setuju karena ada suatu percobaan yang dibuat oleh Brosnan dan de Waal’s mengenai teori tersebut. Di dalam percobaan tersebut, ada dua ekor monyet yang telah dilatih untuk menukar koin (uang) dengan makanan. Kesimpulan dari percobaan itu adalah seekor monyet tidak menginginkan makanan ketika ia melihat monyet lain mendapatkan makanan yang lebih baik dengan satu koin bahkan gratis. Ada juga teori yang menyatakan bahwa moral berkembang karena pemikiran


Kita dapat menyimpulkan bahwa manusia memiliki moral secara pemikiran. Mengapa demikian? Karena monyet itu sendiri mendapat pelatihan atas peunukaran koin dengan makanan. Ketika monyet tadi melihat ada suatu transaksi yang lebih menguntungkan, ia tidak mau mengambil transaksi miliknya.

Permasalahannya adalah, apa kaitan percobaan diatas dengan moral di era sekarang? Kaitannya adalah di pemikiran. Zaman sekarang manusia lebih mementingkan hasil dan prestise dari segala hal. Banyak contoh empiris yang dapat kita ambil dari ungkapan diatas seperti semakin banyaknya manusia yang ingin mendapatkan keuntungan material secara cepat dengan melakukan segala cara, menjadi orang yang memiliki jabatan tetapi tidak menjalankan tugasnya dengan baik, dan masih banyak lagi.

Telah terjadi perubahan moral yang signifikan antara era dulu dan sekarang. Banyak faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kerusakan moral di zaman sekarang yaitu informasi yang terlalu cepat berputar, sosial yang tidak mendukung, sistem pendidikan yang kurang baik, orang tua yang tidak memberikan pendidikan yang memadai, dan masih banyak lagi.

Zaman sekarang bukanlah zaman yang indah. Kehidupan sosial era sekarang pun sudah dirasuki oleh keuntungan dan prestise yang tidak berlandaskan moral.


REFERENSI
Doris, John M. and the Moral Psychology Research Group. (2010). The Moral Psychology Handbook. New York. Oxford University Press Inc.,

Pilar-pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan dan Kaitannya dengan Pancasila

Filsafat merupakan pondasi awal berdirinya ilmu pengetahuan. Karena filsafat terus berkembang sejak dahulu, maka semakin banyak pula ilmu-...